TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET
Untuk membangun kebun karet diperlukan manajemen dan teknologi budidaya tanaman
karet yang mencakup, kegiatan sebagai berikut:
• Syarat tumbuh tanaman karet
• Klon‐klon karet rekomendasi
• Bahan tanam/bibit
• Persiapan tanam dan penanaman
•Pemeliharaan tanaman:
pengendalian gulma, pemupukan dan pengendalian penyakit
• Penyadapan/panen
1. Syarat Tumbuh Tanaman Karet
Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan
dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya.
a. Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan
150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga
memulai produksinya juga terlambat.
b.Curah hujan
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai
4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun.
Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan
berkurang.
c.Tinggi tempat
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan
ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari
permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal
diperlukan berkisar antara 25oC sampai 35oC.
d.Angin
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet
e.Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih
mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya.
Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan
dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai
dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua,
bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika
yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah,
aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik
karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup
subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya
kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 ‐ pH 8,0 tetapi tidak
sesuai pada pH <
3,0 dan > pH 8,0. Sifat‐sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain :
• Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu‐batuan dan lapisan cadas
• Aerase dan drainase cukup
• Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air
• Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
• Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm
• Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
• Reaksi tanah dengan pH 4,5 ‐ pH 6,5
• Kemiringan tanah < 16% dan
• Permukaan air tanah < 100 cm.
2. Klon‐klon Karet Rekomendasi
Harga karet alam yang membaik saat ini harus dijadikan momentum yang
mampu mendorong percepatan pembenahan dan peremajaan karet yang
kurang produktif dengan menggunakan klon‐klon unggul dan
perbaikan teknologi budidaya lainnya. Pemerintah telah menetapkan
sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia sebesar 3 ‐ 4 juta
ton/tahun pada tahun 2025. Sasaran produksi tersebut hanya dapat dicapai
apabila minimal 85% areal kebun karet (rakyat) yang saat ini kurang
produktif berhasil diremajakan dengan menggunakan klon karet unggul.
Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia telah banyak menghasilkan klonklon
karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu. Pada
Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005, telah direkomendasikan
klon‐klon unggul baru generasi‐4 untuk periode tahun 2006 – 2010, yaitu
klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR 118. Klon
IRR 42 dan IRR 112 akan diajukan pelepasannya sedangkan klon IRR
lainnya sudah dilepas secara resmi. Klon‐klon tersebut menunjukkan
produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi, tetapi
memiliki variasi karakter agronomi dan sifat‐sifat sekunder lainnya.
Oleh karena itu pengguna harus memilih dengan cermat klon‐klon yang
sesuai agroekologi wilayah pengembangan dan jenis‐ jenis produk karet
yang akan dihasilkan.
Klon‐klon lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 255, PR
261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM
109, PB 260, RRIC 100 masih memungkinkan untuk dikembangkan,
tetapi harus dilakukan secara hati‐hati baik dalam penempatan lokasi
maupun sistem pengelolaannya. Klon GT 1 dan RRIM 600 di berbagai lokasi
dilaporkan mengalami gangguan penyakit daun Colletotrichum dan
Corynespora. Sedangkan klon BPM 1, PR 255, PR 261 memiliki masalah
dengan mutu lateks sehingga pemanfaatan lateksnya terbatas hanya cocok
untuk jenis produk karet tertentu. Klon PB 260 sangat peka terhadap
kekeringan alur sadap dan gangguan angin dan kemarau panjang, karena itu
pengelolaanya harus dilakukan secara tepat.
3. Bahan Tanam
Hal yang paling penting dalam penanaman karet adalah bibit/bahan tanam, dalam hal ini bahan tanam yang
baik adalah yang berasal dari tanaman karet okulasi. Persiapan bahan
tanam dilakuka paling tidak 1,5 tahun sebelum penanaman. Dalam hal bahan
tanam ada tiga komponen yang perlu disiapkan, yaitu: batang bawah (root
stoct), entres/batang atas (budwood), dan okulasi (grafting) pada
penyiapan bahan tanam.
Persiapan batang bawah merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh bahan tanam yang mempunyai
perakaran kuat dan daya serap hara yang baik. Untuk mencapai kondisi tersebut, diperlukan pembangunan
pembibitan batang bawah yang memenuhi syarat teknis yang mencakup
persiapan tanah pembibitan, penanganan benih, perkecambahan,
penanaman kecambah, serta usaha pemeliharaan tanaman di
pembibitan. Untuk mendapatkan bahan tanam hasil okulasi yang baik
diperlukan entres yang baik, Pada dasarnya mata okulasi dapat diambil
dari dua sumber, yaitu berupa entres cabang dari kebun produksi atau
entres dari kebun entres. Dari dua macam sumber mata okulasi ini
sebaiknya dipilih entres dari kebun entres murni, karena entres cabang
akan menghasilkan tanaman yang pertumbuhannya tidak seragam dan
keberhasilan okulasinya rendah. Okulasi merupakan salah satu cara
perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan menempelkan mata entres dari
satu tanaman ke tanaman sejenis dengan tujuan mendapatkan sifat yang
unggul. Dari hasil okulasi akan diperoleh bahan tanam karet unggul
berupa stum mata tidur, stum mini, bibit dalam polibeg, atau stum
tinggi. Untuk tanaman karet, mata entres ini yang merupakan bagian atas
dari tanaman dan dicirikan oleh klon yang digunakan sebagai batang
atasnya.
Penanaman bibit tanaman karet harus tepat waktu untuk menghindari
tingginya angka kematian di lapang. Waktu tanam yang sesuai adalah pada
musim hujan. Selain itu perlu disiapkan tenaga kerja untuk kegiatan‐
kegiatan untuk pembuatan lubang tanam, pembongkaran, pengangkutan, dan
penanaman bibit. Bibit yang sudah dibongkar sebaiknya segera ditanam dan
tenggang waktu yang diperbolehkan paling lambat satu malam setelah
pembongkaran. Secara lebih terperinci penyiapan bahan tanam karet
okulasi dapat dilihat Buku Sapta Bina Usahatani Karet Rakyat (tahun
1996, edisi ke‐2) atau Booklet Pengelolaan Bahan Tanan Karet (tahun
2005) yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet.
4. Persiapan Tanam dan Penanaman
Dalam pelaksanaan penanaman tanaman karet diperlukan berbagai langkah yang dilakukan secara sistematis
mulai dari pembukaan lahan sampai dengan penanaman.
a. Pembukaan lahan (Land Clearing)
Lahan tempat tumbuh tanaman karet harus bersih dari sisa‐sisa tumbuhan
hasil tebas tebang, sehingga jadwal pembukaan lahan harus disesuaikan
dengan jadwal penanaman. Kegiatan pembukaan lahan ini meliputi :
(a) pembabatan semak belukar,
(b) penebangan pohon,
(c) perecanaan dan pemangkasan,
(d) pendongkelan akar kayu,
(e) penumpukan dan pembersihan.
Seiring dengan pembukaan lahan ini dilakukan penataan lahan dalam
blok‐blok, penataan jalan‐jalan kebun, dan penataan saluran drainase
dalam perkebunan.
b.Penataan blok‐blok.
Lahan kebun dipetak‐petak menurut satuan terkecil dan ditata ke dalam
blok‐blok berukuran 10 ‐20 ha, setiap beberapa blok disatukan menjadi
satu hamparan yang mempunyai waktu tanam yang relatif sama.
c.Penataan Jalan‐jalan
Jaringan jalan harus ditata dan dilaksanakan pada waktu pembangunan
tanaman baru (tahun 0) dan dikaitkan dengan penataan lahan ke dalam
blokblok tanaman. Pembangunan jalan di areal datar dan berbukit dengan
pedoman dapat menjangkau setiap areal terkecil, dengan jarak pikul
maksimal sejauh 200 m. Sedapatkan mungkin seluruh jaringan ditumpukkan/
disambungkan, sehingga secara keseluruhan merupakan suatu pola jaringan
jalan yang efektif. Lebar jalan disesuaikan dengan jenis/kelas jalan dan
alat angkut yang akan digunakan.
d.Penataan Saluran Drainase
Setelah pemancangan jarak tanam selesai, maka pembuatan dan
penataan saluran drainase (field drain) dilaksanakan. Luas
penampang disesuaikan dengan curah hujan pada satuan waktu tertentu, dan
mempertimbangkan faktor peresapan dan penguapan. Seluruh kelebihan air
pada field drain dialirkan pada parit‐parit penampungan untuk
selanjutnya dialirkan ke saluran pembuangan (outlet drain).
e.Persiapan Lahan Penanaman
Dalam mempersiapkan lahan pertanaman karet juga diperlukan pelaksanaan
berbagai kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas lahan
yang sesuai dengan persyaratan. Beberapa diantara langkah tersebut
antara lain :
Pemberantasan Alang‐alang dan Gulma lainnya
Pada lahan yang telah selesai tebas tebang dan lahan lain yang mempunyai vegetasi alang‐alang, dilakukan
pemberantasan alang‐alang dengan menggunakan bahan kimia antara lain
Round up, Scoup, Dowpon atau Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti
dengan pemberantasan gulma lainnya, baik secara kimia maupun secara
mekanis.
*Pengolahan Tanah
Dengan tujuan efisiensi biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman karet
dapat dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni dengan membuat
larikan antara barisan satu meter dengan cara mencangkul selebar
20 cm. Namun demikian pengolahan tanah secara mekanis untuk
lahan tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga
kelestarian dan kesuburan tanah.
Pembuatan teras/Petakan dan Benteng/Piket Pada areal lahan yang memiliki
kemiringan lebih dari 50 diperlukan pembuatan teras/petakan dengan
sistem kontur dan kemiringan ke dalam sekitar 150. Hal ini dimaksudkan
untuk menghambat kemungkinan terjadi erosi oleh air hujan. Lebar teras
berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat kemiringan
lahan. Untuk setiap 6 ‐ 10 pohon (tergantung derajat kemiringan tanah)
dibuat benteng/piket dengan tujuan mencegah erosi pada permukaan
petakan.
*Pengajiran
Pada dasarnya pemancangan air adalah untuk menerai tempat lubang tanaman
dengan ketentuan jarak tanaman sebagai berikut : a) Pada areal lahan
yang relatif datar / landai (kemiringan antara 00 ‐ 80) jarak tanam
adalah 7 m x 3 m (= 476 lubang/hektar) berbentuk barisan lurus mengikuti
arah Timur ‐ Barat berjarak 7 m dan arah Utara ‐ Selatan berjarak 3 m
*Pada areal lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8% ‐ 15%) jarak
tanam 8 m x 2, 5 m (=500 lubang/ha) pada teras‐teras yang diatur
bersambung setiap 1,25 m (penanaman secara kontur).
Bahan ajir dapat menggunakan potongan bambu tipis dengan ukuran
20 cm – 30 cm. Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut
merupakan tempat penggalian lubang untuk tanaman.
*Pembuatan Lubang Tanam
Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60 cm x 60 cm bagian atas , dan 40 cm
x 40 cm bagian dasar dengan kedalaman 60 cm. Pada waktu melubang, tanah
bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah kiri dan tanah
bagian bawah (sub soil) diletakkan di sebelah kanan Lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam.
*Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops = LCC)
Penanaman kacangan penutup tanah ini dilakukan sebelum bibit karet mulai ditanam dengan tujuan untuk
menghindari kemungkinan erosi, memperbaiki struktur fisik dan kimia
tanah, mengurangi pengupan air, serta untuk membatasi pertumbuhan gulma.
Komposisi LCC untuk setiap hektar lahan adalah 4 kg. Pueraria javanica, 6
kg Colopogonium mucunoides, dan 4 kg Centrosema pubescens, yang
dicampur ke dalam 5 kg Rock Phosphate (RP) sebagai media. Selain itu
juga dianjurkan untuk menyisipkan Colopogonium caerulem yang tahan
naungan (shade resistence) ex biji atau ex steck dalam polibag kecil
sebanyak 1.000 bibit/ha. Tanaman kacangan dipelihara dengan melakukan
penyiangan, dan pemupukan dengan 200 kg RP per hektar, dengan cara
menyebar rata di atas tanaman kacangan.
*Seleksi dan Penanaman Bibit
Seleksi bibit
Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit untuk memperoleh bahan tanam yang memeliki
sifat‐sifat umum yang baik antara lain : berproduksi tinggi,
responsif terhadap stimulasi hasil, resitensi terhadap serangan
hama dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan luka kulit yang baik.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi bibit siap tanam adalah antara lain :
• Bibit karet di polybag yang sudah berpayung dua.
• Mata okulasi benar‐benar baik dan telah mulai bertunas
• Akar tunggang tumbuh baik dan mempunyai akar lateral
• Bebas dari penyakit jamur akar (Jamur Akar Putih).
Kebutuhan bibit
Dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah landai), diperlukan bibit
tanaman karet untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk
penyulaman sebanyak 47 (10%) sehingga untuk setiap hektar kebun
diperlukan sebanyak 523 batang bibit karet.
Penanaman.
Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musim
penghujan yakni antara bulan September sampai Desember dimana curah
hujan sudah cukup banyak, dan hari hujan telah lebih dari 100 hari. Pada
saat penanaman, tanah penutup lubang dipergunakan top soil yang telah
dicampur dengan pupuk RP 100 gram per lubang, disamping pemupukan dengan
urea 50 gram dan SP ‐ 36 sebesar 100 gram sebagai pupuk dasar.
5. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi
pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit tanaman.
Pengendalian gulma
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun
tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti
alang‐alang, Mekania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh
dengan baik. Untuk mencapai hal tersebut, penyiangan pada tahun pertama
dilakukan berdasarkan umur tanaman.